Gaya hidup boros hara dan air

Penulis: Valensi KautsarSelasa, 27 September 2022 - 21.33 WIB


Bonus demografi akan dihadapi oleh Indonesia pada beberapa tahun mendatang. Bonus demografi merupakan istilah lain dari peningkatan jumlah penduduk. Disebut bonus, apabila kita dapat memanfaatkan kuantitas penduduk untuk menghasilkan suatu karya. Para politisi mempergunakan istilah bonus demografi, karena menjadi tantangan bagi mereka dalam menghimpun suara rakyat dalam memperoleh kuasa. Pertambahan penduduk dapat menjadi bonus, akan tetapi dapat pula menjadi musibah, apabila kita tidak mempersiapkannya dengan baik.

Bagi bidang pertanian, pertambahan jumlah penduduk berarti tantangan besar, bagaimana kita mampu menghasilkan produk pangan yang berkualitas, serta berusaha meningkatkan pemerataan pangan. Pada banyak kondisi, pangan kita sebenarnya cukup, hanya saja tidak merata. Disatu sisi, kita melihat bagaimana makanan terbuang dengan sia-sia, sementara di sisi lain kita juga melihat bagaimana sebagian rakyat kesulitan dalam mencukupi pangan hari itu juga.

Masyarakat yang tumbuh, akan menyebabkan pola konsumsi juga bertumbuh. Pada awal-awal kemerdekaan, konsumsi utama masyarakat adalah karbohidrat. Dengan seiring berkembangnya zaman, dan upaya memasyaratkan beras, akhirnya konsumsi beras pun bertumbuh, hingga konsumsi beras kita lebih dari 120 kilogram per kapita. Pada suatu titik, dengan peningkatan kesejahteraan, konsumsi beras kita mulai menurun, dan diimbangi dengan konsumsi sayuran dan daging yang meningkat. Bahkan konsumsi beras kita saat ini hanya kurang dari 80 kilogram per kapita. Perubahan pola dan gaya hidup masyarakat secara langsung juga mempengaruhi bagaimana kebutuhan unsur hara dan air bagi tanaman.

Pada gambar di atas, kita melihat bahwa untuk menghasilkan 1 g nitrogen (N) tepung, maka kita memerlukan kurang lebih 1,3 g N biji-bijian. Untuk menghasilkan 1,3 g N biji-bijian, tanaman mengambil kurang lebih sebesar 3 g N dari tanah. Singkatnya, setiap satu gram N tepung, memerlukan pupuk sebesar 3 g N, atau kurang lebih sebesar 6,5 g urea. Itu apabila kita mengonsumsi tepung. Lain halnya apabila gaya hidup kita berubah, kita tidak mengonsumsi makanan dari tepung, melainkan dari keju. Untuk menghasilkan 1 g N keju, kita memerlukan 1,2 g N susu, atau 6 g N pakan ternak, atau 14 g N dari tanah. Sehingga keju memerlukan nitrogen jauh lebih banyak dibandingkan tepung. Termasuk juga apabila kita mengonsumsi daging sapi. Untuk menghasilkan 1 g N daging sapi, kita memerlukan 21 g N dari tanah. Misalnya saja kita sekali makan memakan daging seberat 200 g. Maka dalam 200 g daging tersebut mengandung kurang lebih 35,7 g protein atau sebesar 5,7 g N. Maka untuk menghasilkan 5,7 g N daging, maka kita mengambil N dari tanah hampir sebesar 120 g N, atau sebesar 260 g urea.

Dengan ilustrasi tersebut, maka kita bisa memahami seberapa besar kita menghabiskan sumber daya alam. Oleh karenanya sangat disayangkan apabila kita menghabiskan sumber daya alam, tanpa berbuat hal baik demi alam. Setiap kehadiran kita di muka bumi pasti ada tujuannya, bukan hanya sekedar menghabiskan sumber daya alam. Mari kita berbuat baik, agar kehadiran di alam ini menjadi berkah bagi alam semesta, bukan hanya menjadi beban.

Ilustrasi diatas baru sebatas nitrogen, padahal dalam satu menu makan kita, tentu bukan hanya nitrogen yang diambil oleh tanaman, melainkan juga unsur hara lain, baik itu fosfor, kalium, kalsium, magnesium, sulfur, dan sebagainya.

Disini saya sampaikan satu ilustrasi lagi, yakni dalam setiap produk yang kita konsumsi, terdapat hidden water atau air yang tersembunyi untuk menghasilkan produk tersebut. Misalnya saja untuk menghasilkan daging sapi seberat 1 kilogram, maka sapi memerlukan total air sebanyak 15.415 liter air, baik yang diambil langsung maupun yang diambil tanaman untuk pakan ternak. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan daging domba atau babi. Bahkan daging ayam jauh lebih rendah dalam mengonsumsi air, yakni hanya sebesar 4.325 liter. Bahkan kalau mau mencari sumber pangan yang lebih hemat air, kita bisa memilih kentang, brokoli, atau tomat.

Belum lagi kalau kalian adalah anak senja yang suka menghabiskan waktu maghrib dengan menyeruput kopi. Dalam satu cangkir kopi, memerlukan air sebanyak 140 liter air. Sedikit lebih rendah adalah teh, yang hanya memerlukan air sebanyak 35 liter air.

Tentu informasi bahwa daging sapi yang mengonsumsi banyak nitrogen dan air bersih dibandingkan sayur-sayuran, bukan berarti bahwa saya mengajak rekan-rekan semua untuk mengonsumsi sayuran dan menghindari makan daging. Tetapi marilah kita menghargai apa yang kita makan. Disaat kita makan, marilah kita memikirkan bahwa dalam piring tersebut ada jerih payah petani atau peternak. Di piring tersebut kita juga perlu memikirkan seberapa banyak nitrogen, fosfor, kalium, air, dan sebagainya yang digunakan untuk menghasilkan sebuah makanan yang kini tersaji di depan kita.

Sehingga alangkah zalimnya apabila kita makan dengan begitu santai, bahkan tanpa berdoa, tanpa menyadari ada peran penting alam melalui aturan Tuhan dalam setiap butir nasi di piring kita.